Alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke penggunaan
lain seperti perumahan, industri dan yang lainnya cukup tinggi di Kota
Tasikmalaya. Hal ini berbanding terbalik dengan pertambahan jumlah penduduk
yang semakin meningkat sehingga berakibat pada kebutuhan pangan yang harus
dipenuhi oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya yang semakin tinggi setiap tahunnya.
Pemanfaatan lahan pekarangan dan lahan – lahan yang belum termanfaatkan bisa
menjadi salah satu solusi untuk mendukung kegiatan pemenuhan kebutuhan pangan
bagi masyarakat Kota Tasikmalaya.
Berawal dari latar belakang tersebut, KangMantri
selaku penyuluh pertanian lapangan di Kota Tasikmalaya, merasa terpanggil untuk
sedikit mengkaji dan meneliti inovasi teknologi budidaya tanaman untuk menjawab
permasalahan tersebut di atas. Hal ini diperkuat dari banyaknya alasan dari
para petani, khususnya Kelompok Wanita Tani (KWT) yang ketika diajak untuk bercocok
tanam di halaman pekarangan, maka jawaban mereka banyak seputar sempitnya lahan
pekarangan dan terbatasnya media tanam sehingga menyebabkan tidak praktis dan
ekonomisnya bercocok tanam di halaman pekarangan. Beberapa teknologi budidaya
di kaji dan diamati untuk bisa menjawab permasalahan tersebut, mulai dari
budidaya tanaman di polibag, budidaya tanaman di botol, budidaya dengan sistem
hidroponik dan aeroponik. Dari semua teknologi yang ada, maka dipilihlah sistem
vertikultur sebagai solusi bagi petani dan masyarakat yang ingin memanfaatkan
pekarangan sebagai sumber pangan keluarga.
Secara umum dan yang sering dijumpai adalah berbentuk persegi panjang,
segitiga, piramid, bentuk anak tangga dengan beberapa undakan, bentuk rak (ditempelkan pada tiang, ditempel di tembok, dan
sistem gantung). Bahan yang dimanfaatkan dapat berupa bahan baru atau bekas
yang tidak terpakai. Beberapa bahan diantaranya bambu, pipa paralon, kaleng
bekas, polibag, pot, saluran talang air alumunium, sampai lembaran karung beras
pun bisa. Bahkan, saat ini sudah ada rakitan untuk bertanam vertikultur yang
diperdagangkan (Liferdi dan Saparinto, 2016).
Dari semua bentuk dan jenis vertikultur yang ada, KangMantri memilih bahan pralon sebagai bentuk yang paling cocok dan efisien untuk dijadikan solusi budidaya tanaman di lahan pekarangan sempit. Beberapa alasan yang memperkuat pilihan tersebut diantaranya : kemudahan untuk membuat, jumlah populasi tanaman yang dihasilkan, efisiensi media tanam, air dan pupuk juga nilai keindahan yang dihasilkan dari bentuk dan jenis vertikultur yang dihasilkan. Untuk memperkuat alas an tersebut dan agar diperoleh panduan budidaya (SOP) yang tepat, maka KangMantri menjadikan Pralon Vertikultur Sayur ini sebagai bahan kajian dan penelitian di tesis Magister Agroteknologi Universitas Siliwangi dengan judul “Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Interval Waktu Penyiraman Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) pada Sistem Vertikultur” .
Di dalam penelitian, dilakukan pengkajian dan penelitian terkait tinggi pralon, jumlah polulasi, jarak tanam, jenis tanaman, media tanam, volume penyiraman dan pemupukan. Tahapan tersebut tidak lepas dari bimbingan, arahan dan masukan dosen-dosen pembimbing dan penguji dari Universitas Siliwangi diantaranya Prof Dr Hj Ida Hodiyah, Dr Dedi Natawijaya, Prof Dr H Rudi Priyadi, Prof Dr H Budy Rahmat dan Dr H Suhardjadinata
Untuk
penyebarluasan inovasi Pralon vertikultur sayur ini, KangMantri menyampaikannya
dalam penyuluhan-penyuluhan, pelatihan-pelatihan dan pelaksanaan
demplot/percontohan baik di kebun KWT, Kelompok Tani, Kelurahan dan Lorong
KATASIK. Beberapa KWT sudah melaksakanan di kebun KWT mulai dari proses
pembuatan sampai dengan budidaya dengan panduan yang ada. KangMantri berharap
inovasi ini bisa bermanfaat dan digunakan oleh masyarakat dalam rangka solusi
bertani di pekarangan sempit.